Ulasan Film "Ngenest": Debut Ernest Yang Menjanjikan Sebagai Sutradara
Detail Film
Genre film: Komedi
Produser
: Chand Parwez Servia, Fiaz Servia
Sutradara : Ernest Prakasa
Penulis : Ernest Prakasa
Produksi : Starvision
Pemain: Ernest Prakasa,
Morgan Oey, Lala Karmela, Kevin Anggara & Brandon Salim
Sinopsis
Ngenest
adalah sebuah film yang mengangkat tema yang menurut saya lumayan unik.
Bagaimana tidak, ada dua tema yang digabungkan sekaligus: kehidupan warga etnis
Tiong Hua sebagai minoritas yang kerap ditolak, dan ketakutan seorang laki-laki
dewasa untuk memiliki anak. Film ini berkisah tentang Ernest, seorang pemuda
keturunan Tiong Hua yang sejak dulu dibully karena perbedaannya. Karena merasa
gerah, Ernest pun akhirnya bertekad untuk mencari pasangan seorang pribumi dan
akhirnya berhasil menjalin hubungan dengan Meira, seorang perempuan keturunan
pribumi dan bahkan mereka berdua menikah. Namun, ternyata rasa traumanya
berlanjut. Ernest tidak ingin memiliki seorang anak yang nantinya memiliki rupa
sepertinya karena takut juga akan didiskriminasi. Maka dari itu, Ernest selalu
menunda-nunda untuk memiliki anak, sedangkan di sisi lain, Meira ingin
secepatnya untuk mempunyai momongan.
Ulasan
Jujur,
saya cukup ragu dengan film ini sebelum saya menontonnya. Satu hal yang paling kuat
mendasari keraguan saya adalah begitu mengetahui Ernest diberi tiga peran
sekaligus: penulis naskah, sutradara, sekaligus pemain utama.
Ini
jelas memunculkan sebuah pertanyaan besar di benak saya: dapatkah Ernest
menjalankan ketiga tanggung jawab besar tersebut? Mari kita teliti
satu-persatu.
Ernest
memang sudah memiliki jam terbang yang lumayan banyak sebagai aktor – apalagi
setelah dia membintangi film Comic 8 beserta sekuelnya Comic 8: Casino King,
yang menurut saya kemampuannya sebagai pemeran sudah lumayan terbukti.
Sementara di bagian penulisan skenario, saya tidak sedikitpun meragukan Ernest
– karena saya beranggapan para komika memang terkenal pintar dalam menyusun
cerita komedi. Ditambah film ini pun diadaptasi dari trilogi novelnya yang
lebih dahulu sukses di pasaran, sehingga menambah alasan untuk menonton film
ini.
Dan
disini bagian yang paling membuat saya ragu: kursi sutradara. Memang, film ini
merupakan cerita hidup Ernest. Jadi, tentu dialah yang pastinya paling tahu
cara membuat film ini menjadi menarik.
Namun
pertanyaannya: apakah secepat itu? Raditya Dika juga pernah memainkan film pertamanya yang diangkat
ke layar lebar: Kambing Jantan. Namun kursi sutradara diisi oleh orang lain dan
dia baru mendapat peran sebagai sutradara di filmnya yang kelima: Marmut Merah
Jambu. Jadi untuk sementara, saya akan beranggapan bahwa mungkin Ernest terlalu
cepat diberi tanggung jawab sebagai sutradara – meningat peran sutradara-lah
yang paling vital dalam suatu pembuatan film.
Dan
setelah lampu bioskop dimatikan, yang disertai dengan dimulainya film, keraguan
saya perlahan mulai dapat terjawab.
Film
ini fantastis!
Dari
segi plot, film ini ternyata tidak terlalu rumit dibanding film Indonesia lain
yang kerap memasukkan alur yang berputar-putar dan tidak jarang membuat mabuk.
Plot film Ngenest simpel. Dari awal sampai akhir – malah cenderung mudah
ditebak apa akhir cerita dalam film ini. Namun itu tidak terlalu masalah.
Karena yang membuat saya takjub adalah dialog-dialog yang dimasukkan ke dalam
film. Ernest, dengan pintar memasukkan banyak sekali dialog bernada rasial dan
terkesan jorok ke dalam film. Meski begitu, dialog-dialog ini jauh dari kesan
negatif. Malah, menurut saya dialog inilah yang menjadi pembeda seorang Ernest
yang berani, memasukkan sesuatu yang sebenarnya dihindari para kreator film
lain.
Sementara
dari segi para pemeran, saya tidak cukup terkejut ketika banyak melihat para
stand up comedian yang bermain di film ini, meski rata-rata hanya sebagai
pemeran pendukung. Walau hanya tampil sebentar, namun banyak dari mereka yang
mampu menghadirkan suasana komedi yang sangat lucu, dan tidak jarang
meninggalkan kesan yang kuat – yang sebenarnya cukup disayangkan juga, karena
berbanding terbalik dengan para pemain pendukung yang banyak menciptakan adegan
memorable, Ernest sebagai pemeran
utama justru kurang dapat bersaing menciptakan adegan yang menggugah, dan
sering terlupakan sebagai bintang utama. Tidak, saya tidak mengatakan Ernest jelek
– malah menurut saya dia bermain cukup bagus. Namun ironinya, Ernest kalah memorable dibanding pemain pendukungnya.
Disamping
itu, saya cukup puas dengan penampilan Lala Karmela. Meski Ngenest adalah debut
layar lebarnya yang pertama sebagai seorang pemain, ternyata Lala Karmela dapat
dengan cukup bagus memainkan perannya. Dan tidak jarang membangun suatu chemistry yang kuat dengan Ernest yang
terlihat sepanjang film. Tidak lupa saya juga mengapresiasi penampilan Morgan
Oey yang sangat bagus. Morgan membuktikan bahwa dia adalah aktor berkualitas
yang dapat bermain di banyak macam genre film, termasuk genre komedi
pertamanya.
Kekecewaan
saya justru timbul kepada Brandon Salim, pemrain Patrick masa SMP. Perannya terkesan
kaku dan tidak hidup. Brandon juga gagal membangun chemistry dengan Ernest smp yang diperankan Kevin Anggara.
Keterkejutan
saya justru datang di bagian yang paling membuat saya ragu: pos sutradara.
Meski plot film ini terkesan simpel, namun Ernest berhasil mengeksekusi film
ini dengan brilian. Dia berhasil membangun momen-momen yang sangat kuat dan
menggugah. Saya bahkan tidak sungkan untuk menyebutnya seorang jenius dalam
urusan menciptakan momen.
Kesimpulan
Film
Ngenest adalah sebuah film pintar yang dikemas dengan komedi yang kental .
Penonton akan dibawa tertawa sekaligus tergugah. Batas antara pemain pendukung
dan utama yang kabur membuat karakter Ernest dewasa kurang memorable, namun
dapat dibayar oleh Ernest sebagai sutradara yang mengeksekusi film ini dengan
sangat brilian.
Menurut
saya pribadi, Ernest sangat menjanjikan sebagai seorang sutradara. Bahkan layak
untuk disandingkan dengan sutradara komedi lain seperti Raditya Dika.
Penilaian
Plot: 8
Pemain:
8
Sutradara:
9
Overal:
8.5
0 komentar: